Articles

Mencari Figur Asli Manusia Jawa untuk Pengembangan Karya

  • Fransisca Retno Setyowati Rahardjo, S.Ds., M.Sn. , Riyadhus Shalihin, M.Sn., Clarencia Mayvianti

Abstract

Supermarket identitas dan berselancar di arus pasang teknologi. Sudah ratusan pelayaran yang tak bisa terhitung lagi, sejak kedatangan pertama bangsa-bangsa kulit putih, pedagang dari Tiongkok, pelaut Gujarat, hinggap dan membentuk koloni-koloni kebudayaannya di dataran luas Nusantara. Kini, generasi milenial ke bawah lebih banyak hidup berdasarkan paparan ‘budaya pop’ dari kartun-kartun di hari minggu pagi. Ada hal yang lebih berjejak/berbekas pada diri ‘anak muda’ yang lahir di tahun 1990 (generasi saya dan menurun pada generasi juga pada generasi dibawa saya) – adalah ‘taman kanak-kanak televisi’ yang dijaga oleh banyaknya kartun di setiap hari minggu pagi, seperti Magic Knight, Candy-Candy, Doraemon, Dragonball, Sailormoon, Saint Seiya,– yang juga hadir dalam serial kartun-komik, dan menjaga ‘fiksi-karakter’ dari masa kecil kami, abadi. Generasi masa kini yang juga tumbuh dengan ‘taman kanak-kanak imajinasi’-nya, di seputar dunia komik lalu bertemu dan terus tumbuh, menjadi kebudayaan ‘cosplay’. Mereka tidak pernah menelusuri, apa efek dan imbas dari yang diwariskan oleh ‘pahlawan-pahlawan’ budaya popular dari Jepang, bukannya dari ‘tokoh-tokoh seni tradisi’ seperti yang ada dalam khazanah ‘wayang’.

Pertanyaannya apakah generasi tersebut adalah generasi yang tidak otentik, karena tak lagi memiliki ikatan kebudayaan dengan ‘tanah identitas’-nya, ataukah mungkin – generasi tersebut, justru otentik karena telah ‘merayakan sekian ratus pertemuan’ dengan banyak hal di luar dirinya, dan dirinya hidup karena ‘pelayaran kebudayaan’ mereka menciptakan ‘ruang kosmopolitanisme’ yang diekspansi oleh televisi, dan komik – yang juga sama saja, dengan ‘kosmopolitanisme’ serdadu keraton yang menyatukan lurik, topi prajurit Eropa dan keris, dimana asal-usul kebudayaan ‘Belanda’ ‘Portugis’ dan ‘Jawa’ sudah menyatu menjadi citra ‘Jawa’, lalu apa bedanya dengan generasi kini, yang juga mengadopsi, mempertukarkan segala macam yang dilihat di arus teknologi, dan apa yang diterimanya dari ‘darah’ genetisnya sendiri. Tak ada yang benar-benar asli, bahkan sejak dari awal muasal kebudayaan kita.


Keywords
supermarket kebudayaan, seni tradisi, kebudayaan pop, identitas visual.


Full Text
PDF